Sungai
Batanghari Jambi ~ Sungai terpanjang di Pulau Sumatera adalah Batang Hari.
Kata batang artinya sungai. Namun, orang sudah biasa mengatakan Sungai Batang
Hari. Bagian terpanjang Sungai Batang Hari dan muaranya memang terletak di
Provinsi Jambi, sebagian kecil bagian hulunya di Provinsi Sumatera Barat.
Pada
zaman dahulu, ketika penduduk Negeri Jambi sudah mulai banyak dan mereka
memerlukan seorang raja yang bisa memimpin mereka, menyatukan negeri-negeri
kecil supaya menjadi satu negeri yang besar, mereka mengadakan sayembara.
Barang siapa yang ingin menjadi Raja Negeri Jambi, harus sanggup menjalani
ujian, yaitu dibakar dengan api yang menyala berkobar-kobar, direndam dalam
sungai selama tiga hari, dan digiling dengan kilang besi yang besar. Penduduk
setempat tidak ada yang sanggup menjalani ujian it. Tokoh-tokoh terkemuka dari
desa Tujuh Kuto, Sembilan Kuto, Batin Duo Belas, semuanya menyerah pada ujian
keempat, yaitu digiling dengan kilang besi.
Tokoh-tokoh
masyarakat Negeri Jambi pada waktu itu lalu berespakat untuk mencari orang dari
luar Negeri Jambi, yang sanggup menjadi Raja Negeri Jambi melalui ujian yang
telah mereka tentukan itu. Perjalanan mencari orang luar Negeri Jambi tidak
mudah karena zaman dulu orang harus menempuh jalan setapak, menerobod hutan,
menyusuri sungai, menghadapi perampok atau binatang buas. Akhirnya, mereka
sampai ke sebuah negeri asing, yaitu India bagian selatan, yang penduduknya
kebanyakan hitam-hitam. Mereka lalu menyebutnya Negeri Keling (India). Mereka
berjalan mengitari negeri yang besar dan sudah lebih maju itu berhari-hari
lamanya, guna mencari orang yang sanggup menjadi raja di Negeri Jambi.
Berkat
ketekunan mereka, tidak kenal putus asa, di Negeri Keling itu mereka temukan
juga satu orang yang menyatakan kesanggupannya menjadi raja di Negeri Jambi.
orang itu sanggup menjalani berbagai ujian dan akan memerintah Negeri Jambi
dengan bijaksana, serta berjanji akan membuat rakyat Negeri Jambi aman, makmur,
dan sejahtera.
Dengan
gembira, calon raja itu pun dibawa pulang ke Negeri Jambi dengan dendang
mereka. Perjalanan panjang melewati samudera luas kembali ke Negeri Jambi
memakan waktu yang lama. Terkadang cemas menghadapi angin topan gelombang
setinggi bukit, hujan deras bercampur petir, siang ataupun malam hari.
Terkadang pula, berlayar dengan cuaca cerah, angin tenang mendorong dendang
mereka dengan laju, atau di waktu malam terang bulan.
Selama
perjalanan itu, mereka juga banyak berbincang-bincang dengan calon raja mereka.
Dari pembicaraan itu, tahulah mereka bahwa calon raja itu memang orang yang
pintar. Dia mengenal ilmu perbintangan. Terkadang muncul keinginan dari
orang-orang Negeri Jambi itu untuk menguji calon raja mereka, dengan banyak
pertanyaan. Mereka takut, kalau ada pertanyaan yang sulit calon raja itu akan
tersinggung dan membatalkan niatnya menjadi Raja Negeri Jambi.
Deburan
ombak, hembusan angin, gelapnya malam atau benderangnya cahaya bulan, teriknya
matahari atau gelapnya awan hitam, sudah silih berganti. Perjalanan mereka
menuju negeri asal, yaitu Negeri Jambi, belum juga sampai. Mereka juga singgah
di Malaka (Malaysia) untuk membeli perbekalan, singgah di Negeri Aceh untuk
beristirahat atau menambah persediaan air tawar. Dengan demikian, perjalanan
mereka menjadi makin panjang dan makin lam sampai di Negeri Jambi.
Pada
suatu hari, rupanya dendang mereka sudah dekat Negeri Jambi. Mereka sudah
memasuki muara sungai yang besar sekali, tempat mereka dulu memulai perjalanan
mencari calon Raja Jambi. walaupun sungai besar itu sudah mereka kenal, sudah
mereka layari dengan dendang, sudah mereka minum airnya, mereka belum
mengetahui apa nama sungai besar itu. Apakah calon raja dari Negeri Keling itu
mengetahui nama sungai itu atau tidak. Mereka ragu-ragu bertanya pada calon
raja dari Negeri Keling itu. Apalagi saat itu mereka rasa kurang sopan bertanya
karena hari sudah petang dan pemandangan menjadi remang-remang.
Seorang
dari mereka, orang Batin Duo Belas, memberanikan diri juga ketika sudah
disepakati oleh yang lain, mengajukan pertanyaan kepada calon raja dari Negeri
Keling itu.
“Tuanku calon raja kami. Elok kiranya
tuanku jika dapat menjawab sebuah pertanyaan kami.”
“Tanyalah mengenai apa saja.”
“Muara sungai besar yang sedang kita
layari ini, apa gerangan namanya Tuan?”
“Haa... Inilah yang bernama muara
Kepetangan Hari.”
Ternyata
calon raja itu menjawab cepat, padahal sungai itu belum pernah dikenalnya.Para
tokoh masyarakat pencari calon raja itu gembira sekali dan makin kuat tenaganya
mendayungkan kayu pengayuhnya menyusuri sungai itu, menyongsong (melawan) arus
menuju desa Mukomuko.
Sesampai
mereka di Mukomuko, mereka menyebarluaskan kepada setiap orang yang mereka
temui. Mereka mengatakan bahwa nama sungai besar di Negeri Jambi itu bernama
Kepetangan Hari. Setelah bertahun-tahun lamanya, kemudian berangsur terjadi
perubahan menjadi Sungai Petang Hari, dan akhirnya menjadi Batang Hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar